Makalah Konsep Teknologi
Sejarah Perkembangan Pertambangan Nikel
BAB I
PENAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Endapan laterit nikel Indonesia
telah diketahui sejak tahun 1937.Informasi mengenai endapan laterit nikel yang
tertera pertama kali dalam literatur adalah Pomalaa padatahun 1916 oleh
pemerintah Belanda. Pomalaa adalah sebuah distrik yang terletak diSulawesi Tenggara. Sejak itu, endapan-endapan laterit
nikel lainnya baru disebut-sebut,seperti Gunung Cycloops (1949) dan Pulau
Waigeo (1956) di Irian Jaya (Papua Barat),Sorowako
di Sulawesi (1968), Pulau Gebe (1969), Maluku (Tanjung Buli) dan Obi diPulau
Halmahera (1969) serta Pulau Gag (1982). Pada pertengahan kedua abad ini,melalui
prospeksi yang sistematis telah ditemukan beberapa endapan lain [1,2]..
Laterit nikel selain sebagai salah
satu sumber utama nikel juga mengandung unsur-unsur ikutan (minor) seperti kobal (Co) yang telah
diketahui dengan baikketerdapatannya, dan juga beberapa unsur minor lain yang mempunyai nilai
ekonomi.Namun unsur minor yang terkandung dalam bijih laterit belum menjadi
produk yangbernilai ekonomi tinggi
disebabkan jalur proses pengolahan laterit nikel yang digunakanoleh PT INCO dan PT Antam menggunakan jalur proses
pirometalurgi dengan produkakhir masing-masing berupa nickel matte dan
ferronickel (FeNi). Melalui jalur prosespengolahan
laterit nikel dengan pirometalurgi, unsur minor seperti kobal (Co)
dianggapsebagai unsur pengotor yang harus dibuang menjadi terak atau dihitung
setara denganunsur nikel, sehingga
unsur-unsur minor yang seharusnya bernilai ekonomi menjaditidak
ekonomis.
Pengembangan teknologi pengolahan
laterit nikel melalui jalur proses hidrometalurgiyang baru dengan pelindian asam bertekanan
tinggi(HPAL-high-pressure
acid leaching ) telah memungkinkan mengekstraksi tidak hanya nikel
tetapi juga unsur minor seperti kobal,
krom, vanadium, titanium, dan unsur minor lain yang sangat dibutuhkan
oleh industri komponen elektronik dengan
perolehan hingga >90%. Jalur proseshidrometalurgi
dengan HPAL telah memberikan strategi berbeda untuk mengekstraksidan
memisahkan unsur-unsur minor berharga dari larutan pelindian.
HPAL telah merupakan teknologi yang umum dipakai untuk proyek nikel baru
secarahidrometalurgi
selama 15 tahun terakhir, seperti yang telah diterapkan di tiga (3) proyeknikel di Australia: Cawse, Murrin-Murrin, dan
Bulong, dan proyek nikel di KaledoniaBaru: Goro Nickel.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Bagaimanasejarahperkembanganteknologipertambangannikel
C.
TUJUAN
Untukmengetahuisejarahperkembanganteknologipertambangannikel
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Genesa umum nikel laterit
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik
pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai
dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses
pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur
memiliki endapan nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel
laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim,
topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi
lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol
tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan
hidrosilikat.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh
material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah
sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat
fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit
yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak
stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan
terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru
pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik
(peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral
olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung
0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan
lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh –
tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium,
besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi
koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan
besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral
seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida
mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan
silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta
membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe,
Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan
dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co
terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida /
hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992)
.
Secara mineralogi nikel laterite dapat dibagi dalam tiga
kategori (Brand et al,1998).
1. Hydrous Silicate Deposits
Profil dari type ini secara vertikal dari bawah ke atas:
Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg - Ni silicate),
kadar nikel antara 1,8% - 2,5%. Pada zona ini berkembang box-works, veining,
relic structure, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang
kaya dengan nikel; Garnierite (max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase
limonite (Fe-Oxyhydroxide) dan terendapkan bersama mineral silika hydrous atau
mensubstitusi unsur Mg pada serpentinite yang teralterasi (Pelletier,1996).
Jadi, meskipun nikel laterit adalah produk pelapukan, tapi dapat dikatakan juga
bahwa proses meningkatkan supergene sangat penting dalam pembentukan formasi
dan nilai ekonomis dari endapan hydrous silicate ini. Tipe ini dapat ditemui di
beberapa tempat seperti di New Caledonia, Indonesia, Philippina, Dominika, dan
Columbia.
2. Clay Silicate Deposits
Pada jenis endapan
ini, Si hanya sebagian terlarut melalui air tanah, sisanya akan bergabung
dengan Fe, Ni, dan Al membentuk mineral lempung (clay minerals) seperti Ni-rich
Nontronite pada bagian tengah profil saprolite (lihat profil). Ni-rich
serpentine juga dapat digantikan oleh smectite atau kuarsa jika profil deposit
ini tetap kontak dalam waktu lama dengan air tanah. Kadar nikel pada endapan
ini lebih rendah dari endapan Hydrosilicate yakni sekitar 1,2% (Brand et
al,1998).
3. Oxide Deposits
Tipe mengandung
mineral talk.terakhir adalah Oxide Deposit. Berdasarkan profil yang
ditampilkan, bagian bawah profil menunjukkan protolith dari jenis harzburgitic
peridotite (sebagian besar terdiri dari mineral jenis olivin, serpentine dan
piroksen). Endapan ini angat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah
tropis. Di atasnya terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk
limonite dan ferricrete. Kandungan nikel pada tipe Oxide deposit ini
berasosiasi dengan goethite (FeOOH) dan Mn-Oxide. Sebagai tambahan, nikel
laterit sangat jarang atau sama sekali tidak terbentuk pada batuan karbonat
yang
B.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel
laterit
v Batuan asal.
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk
terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra
basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang
paling banyak di antara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling
mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai
komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik
untuk nikel.
v Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan
dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat
menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan
temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana
akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau
reaksi kimia pada batuan.
v Struktur
Struktur yang
sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint)
dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku
mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air
sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih Dalam hal
ini, vegetasi akan mengakibatkan:
•
penetrasi air dapat
lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan
•
akumulasi air hujan
akan lebih banyak
•
humus akan lebih
tebal
Topografi
Keadaan topografi
setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain.
Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui
rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada
daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa
ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara
teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang
meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
v Waktu
Waktu yang cukup
lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur
nikel cukup tinggi.
C.
Teknologi dan keekonomian proses pengolahan nikel
laterit.
Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat
beberapa jalur proses pengolahan dan dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan
pada Gambar 4 dan 5. Komposisi deposit laterit nikel akan bergantung pada tipe
batuan induk, iklim tempat deposit terbentuk dan proses pelapukan. Hal ini
memberikan hubungan yang spesifik antara komponen deposit dan pilihan proses
pengolahannnya disertai kendalakendalanya.
Proses Pirometalurgi
Pembuatan Ferro-Nickel
Pembuatan ferro-nickel dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu
reduksi dalam tungku putar (rotary kiln, RK) dan peleburan dalam tungku
listrik (electric furnace, EF) dan lazim dikenal dengan Rotary kiln Electric
Smelting Furnace Process atau ELKEM Process.
Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan
komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar (rotary
dryer) bersama-sama dengan reductant dan flux. Selanjutnya
dilakukan pengeringan sebagian (partical drying) atau pengurangan kadar
air (moisture content), dan kemudian dipanggang pada tanur putar (rotary
kiln) dengan suhu sekitar 700 -1000°C tergantung dari sifat bijih yang
diolah.
Maksud
utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik
yang berupa air lembab (moisture content) maupun yang berupa air kristal
(crystalizedwater), serta mengurangi zat hilang bakar (loss of
ignition) dari bahan-bahan baku lainnya. Selain itu, pemanggangan
dimaksudkan juga untuk memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur
bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur putar juga dilakukan reduksi pendahuluan
(prereduction) secara selektif untuk mengatur kualitas produk dan
meningkatkan efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran dan
kadar bijih yang diolah. Sekitar 20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi,
reduksi terutama dilakukan untuk merubah Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga energi
yang dibutuhkan dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih terpanggang dan
tereduksi sebagian dari tanur putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik
secara kontinu dalam keadaan panas (diatas 500°C), agar dapat dilakukan
pereduksian dan peleburan. Dari hasil peleburan diperoleh feronikel (crude
ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan pada proses pemurnian. Crude
ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan terkandungan pengotor yang tinggi
seperti karbon, silikon dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen blowing untuk
menghilangkan karbon, krom dan silikon juga ditambahkan flux berupa
kapur, dolomit, flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dsb., untuk
menghasilkan slag yang memungkinkan sulfur dapat terabsorb pada saat
pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil proses pemurnian dituang menjadi
balok feronikel(ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi butir-butir
feronikel (ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%
Pembuatan Ni Matte
Nikel matte dibuat secara komersial pertama kali di
Kaledonia Baru dengan menggunakan blast furnace sebagai tanur peleburan
dan gipsum sebagai sumber belerang sekaligus sebagai bahan flux. Tetapi
dewasa ini pembuatan matte dari bijih oksida dilakukan dengan
menggunakan tanur putar dan tanur listrik. Bagan alir yang disederhanakan dari
proses ini digambarkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar dari tahap-tahap proses yang dilakukan dalam proses pembuatan
ferronikel juga dilakukan dalam proses ini. Bijih yang kandungan airnya
dikurangi, dimasukkan ke dalam tanur putar Kemudian berlangsung kalsinasi,
pereduksian sebagian besar oksida nikel menjadi nikel, Fe2O3 menjadi FeO logam
Fe(sebagian kecil). Logam-logam yang dihasilkan kemudian bersenyawa
denganbelerang, baik yang berasal dari bahan bakar maupun bahan belerang yang
sengaja dimasukan untuk maksud tersebut. Produk tanur putar diumpankan ke dalam
tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi dan sulphurisasi sehingga
menghasilkan matte. Furnace Matte ini yang mengandung nikel
kira-kira 30 - 35%, belerang kira-kira 10 - 15%, dan sisanya besi, dimasukkan
ke dalam converter untuk menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar
besi. Hasil akhir berupa matte yang mengandung nikel kira-kira 77%,
belerang 21%, serta kobaldan besi masing-masing kira-kira 1%. Dalam sejarah
pembuatan nikel - matte di Kaledonia Baru, selain dengan proses blast
furnace, dibuat juga melalui ferronikel. Ke dalam feronikel kasar cair
dihembuskan belerang bersama-sama udara di dalam sebuah converter, sehingga
berbentuk matte primer (primary matte) dengan kandungan nikel
kira-kira 60%, besi kira-kira 25%, karbon kira-kira 1,5%, dan sisanya belerang.
Matte ini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi,
sehingga diperoleh matte hasil akhir dengan kadar nikel 75 - 80% dan belerang
kira-kira 20%. Berbeda dengan feronikel, pada umumnya nikel dalam bentuk matte
diproses terlebih dahulu menjadi logam nikel atau nickeloxidic sinter sebelum
digunakan pada industri yang lebih hilir
Pembuatan Nikel Pig
Iron (NPI)
Nickel pig iron adalah
logam besi wantah dengan kandungan Ni sekitar 5-10% Ni yang merupakan hasil
dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1.8% Ni. Pada saat ini
NPI dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan
menggunakan tungku tegak, blast furnace. NPI digunakan sebagai bahan
baku pembuatan stainless steel.
Proses pembuatan NPI dengan jalur terdiri dari tahapan sintering dan
peleburan dalam tungku tegak. Biaya produksi pembuatan NPI melalui rute
peleburan dalam tungku tegak adalah $17,637 per ton sedangkan melalui rute
peleburan dalam tungku listrik(electric arc furnace) adalah $15,430 per ton
(Macquarie Bank analysis).
Proses Hydrometalurgi
Proses PAL (Pressure Acid
Leaching)-HPAL
Proses ini didasarkan kepada proses pelarutan pada suhu dan tekanan tinggi,
masing-masingsekitar 245°C dan 35 atm. Pabrik pengolahan nikel di Kuba
merupakan pabrik pertama yang menggunakan proses ini pada tahun 1959, dengan
mengolah bijih nikellimonit yang mengandung nikel kira-kira 1,3%, magnesium l%,dan
besi sekitar 47%. Bagar alir yang disederhanakan dari proses tersebut
digambarkan pada Gambar 6. Bijih nikel diumpankan dalam pabrik dalam bentuk
lumpur (slurry) disamakan ukurannya (sizing) menjadi -20 mesh,
dan dilindi.. Hasilnya kira-kira 95% Ni+Co dalam bijih terlarut,sedang besi
tertinggal dalam residu.
Setelah pemisahan/pencucian dengan decantation, asam yang berlebihan
dinetralkan dengan batu kapur. Kemudian nikel dan kobal diendapkan dengan
menggunakan H2S. Presipitat ini yang mengandung 55% nikel, 6% kobal, 0,3% besi,
dan 30% belerang, awalnya diproses dan dimurnikan menjadi serbuk atau briket
nikel dan kobal pada pabrik pemurnian.
Pada mulanya proses ini dianggap sebagai mahal (high cost). Tetapi
dengan adanya krisis energi, dan atas dasar hasil-hasil penelitian dan
pengembangan dalam bidang pengolahan nikel, maka proses ini akhirnya dianggap
salah satu proses pengolahan nikel yang mempunyai prospek sangat baik. Sebab
selain hanya memerlukan sedikit energi yang berasal dari fossil fuel, juga
dapat mengolah bijih nikel dari bermacam-macam jenis dan kadar nikel/kobal yang
tinggi.
Amax proses adalah
salah satu proses yang berhasil dikembangkan seperti dikemukakan di atas. Pada
tahap persiapan dilakukan pemisahan antara bijih halus yang terdiri atas jenis
limonit, dan bijih kasar yang terdiri atas jenis slikat. Bijih limonit langsung
diumpankan pada sistem high pressure leaching, sedangkan bijih silikat,
setelah digiling, dimasukkan pada sistem atmospheric pressure leachcing dengan
menggunakan acidic pregnant solution dari limonit leaching. Di
lain pihak, residu atmospheric leaching diumpankan ke dalam high
pressure leaching system.
Dengan cara ini, nikel yang berada dalam kedua jenis bijih tersebut akan
dapat diekstrak, sementara MgO dalam bijih silikat dapat berfungsi untuk
menetralkan asam yang masih tersisa sebagai pengganti batu kapur yang dipakai
dalam proses Moa Bay. Memang konsumsi asam sulfat akan semakin tinggi dengan
bertambahnya kadar magnesium dalam bijih, tetapi hal ini dapat diimbangi oleh
kadar nikel yang cukup tinggi. Selain itu magnesium yang terlarut akan dapat
diambil lagi (recover) untuk menghasilkan magnesia dengan kemurnian yang
tinggi, dan SO2 dapat digunakan kembali dalam proses. Cara ini didukung lagi
dengan modifikasi di bidang lain yang banyak dilakukan, misalnya pengaturan
tekanan dan suhu yang lebih baik, cara penambahan asam sulfat, cara presipitasi
dengan H2S yang lebih baik, dan Iain-lain.
BAB
III
PENUTUP
v Kesimpulan
Endapan nikel
laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa
Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan
subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan
yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki
endapan nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit
dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi,
airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan
didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.
Untukmemperolehnikeldaritipe
deposit lateritterdapatbeberapajalur proses
pengolahandandapatdiklasifikasikansepertiditunjukkanpadaGambar 4 dan 5.
Komposisi deposit lateritnikelakanbergantungpadatipebatuaninduk, iklimtempat
deposit terbentukdan proses pelapukan. Hal inimemberikanhubungan yang
spesifikantarakomponen deposit danpilihan proses
pengolahannnyadisertaikendalakendalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar