Sabtu, 14 Mei 2016

Makalah Konsep Teknologi ( Sejarah Perkembangan Pertambangan Nikel )

Makalah Konsep Teknologi

Sejarah Perkembangan Pertambangan Nikel




BAB I
PENAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Endapan laterit nikel Indonesia telah diketahui sejak tahun 1937.Informasi mengenai endapan laterit nikel yang tertera pertama kali dalam literatur adalah Pomalaa padatahun 1916 oleh pemerintah Belanda. Pomalaa adalah sebuah distrik yang terletak diSulawesi Tenggara. Sejak itu, endapan-endapan laterit nikel lainnya baru disebut-sebut,seperti Gunung Cycloops (1949) dan Pulau Waigeo (1956) di Irian Jaya (Papua Barat),Sorowako di Sulawesi (1968), Pulau Gebe (1969), Maluku (Tanjung Buli) dan Obi diPulau Halmahera (1969) serta Pulau Gag (1982). Pada pertengahan kedua abad ini,melalui prospeksi yang sistematis telah ditemukan beberapa endapan lain [1,2]..
Laterit nikel selain sebagai salah satu sumber utama nikel juga mengandung unsur-unsur ikutan (minor) seperti kobal (Co) yang telah diketahui dengan baikketerdapatannya, dan juga beberapa unsur minor lain yang mempunyai nilai ekonomi.Namun unsur minor yang terkandung dalam bijih laterit belum menjadi produk yangbernilai ekonomi tinggi disebabkan jalur proses pengolahan laterit nikel yang digunakanoleh PT INCO dan PT Antam menggunakan jalur proses pirometalurgi dengan produkakhir masing-masing berupa nickel matte dan ferronickel (FeNi). Melalui jalur prosespengolahan laterit nikel dengan pirometalurgi, unsur minor seperti kobal (Co) dianggapsebagai unsur pengotor yang harus dibuang menjadi terak atau dihitung setara denganunsur nikel, sehingga unsur-unsur minor yang seharusnya bernilai ekonomi menjaditidak ekonomis.
Pengembangan teknologi pengolahan laterit nikel melalui jalur proses hidrometalurgiyang baru dengan pelindian asam bertekanan tinggi(HPAL-high-pressure acid leaching ) telah memungkinkan mengekstraksi tidak hanya nikel tetapi juga unsur minor seperti kobal, krom, vanadium, titanium, dan unsur minor lain yang sangat dibutuhkan   oleh industri komponen elektronik dengan perolehan hingga >90%. Jalur proseshidrometalurgi dengan HPAL telah memberikan strategi berbeda untuk mengekstraksidan memisahkan unsur-unsur minor berharga dari larutan pelindian.
HPAL telah merupakan teknologi yang umum dipakai untuk proyek nikel baru secarahidrometalurgi selama 15 tahun terakhir, seperti yang telah diterapkan di tiga (3) proyeknikel di Australia: Cawse, Murrin-Murrin, dan Bulong, dan proyek nikel di KaledoniaBaru: Goro Nickel.

B.   RUMUSAN MASALAH                      
Bagaimanasejarahperkembanganteknologipertambangannikel
C.  TUJUAN
Untukmengetahuisejarahperkembanganteknologipertambangannikel










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Genesa umum nikel laterit

       Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.
       Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
       Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
       Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992)
.
Secara mineralogi nikel laterite dapat dibagi dalam tiga kategori (Brand et al,1998). 
1.    Hydrous Silicate Deposits
Profil dari type ini secara vertikal dari bawah ke atas: Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg - Ni silicate), kadar nikel antara 1,8% - 2,5%. Pada zona ini berkembang box-works, veining, relic structure, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang kaya dengan nikel; Garnierite (max. Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari fase limonite (Fe-Oxyhydroxide) dan terendapkan bersama mineral silika hydrous atau mensubstitusi unsur Mg pada serpentinite yang teralterasi (Pelletier,1996). Jadi, meskipun nikel laterit adalah produk pelapukan, tapi dapat dikatakan juga bahwa proses meningkatkan supergene sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai ekonomis dari endapan hydrous silicate ini. Tipe ini dapat ditemui di beberapa tempat seperti di New Caledonia, Indonesia, Philippina, Dominika, dan Columbia.

2. Clay Silicate Deposits
       Pada jenis endapan ini, Si hanya sebagian terlarut melalui air tanah, sisanya akan bergabung dengan Fe, Ni, dan Al membentuk mineral lempung (clay minerals) seperti Ni-rich Nontronite pada bagian tengah profil saprolite (lihat profil). Ni-rich serpentine juga dapat digantikan oleh smectite atau kuarsa jika profil deposit ini tetap kontak dalam waktu lama dengan air tanah. Kadar nikel pada endapan ini lebih rendah dari endapan Hydrosilicate yakni sekitar 1,2% (Brand et al,1998).

3. Oxide Deposits
       Tipe mengandung mineral talk.terakhir adalah Oxide Deposit. Berdasarkan profil yang ditampilkan, bagian bawah profil menunjukkan protolith dari jenis harzburgitic peridotite (sebagian besar terdiri dari mineral jenis olivin, serpentine dan piroksen). Endapan ini angat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis. Di atasnya terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk limonite dan ferricrete. Kandungan nikel pada tipe Oxide deposit ini berasosiasi dengan goethite (FeOOH) dan Mn-Oxide. Sebagai tambahan, nikel laterit sangat jarang atau sama sekali tidak terbentuk pada batuan karbonat yang

B.     Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit

v  Batuan asal.
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultra basa. Dalam hal ini pada batuan ultra basa tersebut: - terdapat elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya - mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
v  Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
v  Struktur
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah Polamaa ini adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan:
      penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan
           akumulasi air hujan akan lebih banyak
      humus akan lebih tebal

  Topografi
       Keadaan topografi setempat akan sangat memengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.

v Waktu
       Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.


C.     Teknologi dan keekonomian proses pengolahan nikel laterit.
       Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat beberapa jalur proses pengolahan dan dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5. Komposisi deposit laterit nikel akan bergantung pada tipe batuan induk, iklim tempat deposit terbentuk dan proses pelapukan. Hal ini memberikan hubungan yang spesifik antara komponen deposit dan pilihan proses pengolahannnya disertai kendalakendalanya.
  Proses Pirometalurgi

  Pembuatan Ferro-Nickel
Pembuatan ferro-nickel dilakukan melalui dua rangkaian proses utama yaitu reduksi dalam tungku putar (rotary kiln, RK) dan peleburan dalam tungku listrik (electric furnace, EF) dan lazim dikenal dengan Rotary kiln Electric Smelting Furnace Process atau ELKEM Process.
Bijih yang telah dipisahkan, baik ukuran maupun campuran untuk mendapatkan komposisi kimia yang diinginkan, diumpankan ke dalam pengering putar (rotary dryer) bersama-sama dengan reductant dan flux. Selanjutnya dilakukan pengeringan sebagian (partical drying) atau pengurangan kadar air (moisture content), dan kemudian dipanggang pada tanur putar (rotary kiln) dengan suhu sekitar 700 -1000°C tergantung dari sifat bijih yang diolah.
Maksud utama pemanggangan (calcination) adalah untuk mengurangi kadar air, baik yang berupa air lembab (moisture content) maupun yang berupa air kristal (crystalizedwater), serta mengurangi zat hilang bakar (loss of ignition) dari bahan-bahan baku lainnya. Selain itu, pemanggangan dimaksudkan juga untuk memanaskan (preheating) dan sekaligus mencampur bahan-bahan baku tersebut. Dalam tanur putar juga dilakukan reduksi pendahuluan (prereduction) secara selektif untuk mengatur kualitas produk dan meningkatkan efisiensi/produktivitas tanur listrik, sesuai dengan pasaran dan kadar bijih yang diolah. Sekitar 20% dari kandungan nikel bjiih tereduksi, reduksi terutama dilakukan untuk merubah Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga energi yang dibutuhkan dalam tanur listrik menjadi lebih rendah. Bijih terpanggang dan tereduksi sebagian dari tanur putar ini dimasukkan ke dalam tanur listrik secara kontinu dalam keadaan panas (diatas 500°C), agar dapat dilakukan pereduksian dan peleburan. Dari hasil peleburan diperoleh feronikel (crude ferronickel) yang selanjutnya dimurnikan pada proses pemurnian. Crude ferronickel memiliki kandungan 15-25% Ni dan terkandungan pengotor yang tinggi seperti karbon, silikon dan krom. Pemurnian dilakukan dengan oxygen blowing untuk menghilangkan karbon, krom dan silikon juga ditambahkan flux berupa kapur, dolomit, flouspar, aluminium, magnesium, ferosilikon dsb., untuk menghasilkan slag yang memungkinkan sulfur dapat terabsorb pada saat pengadukan dengan injeksi nitrogen. Hasil proses pemurnian dituang menjadi balok feronikel(ferronickel ingot) atau digranulasi menjadi butir-butir feronikel (ferronickel shots), dengan kadar nikel di atas 30%
    Pembuatan Ni Matte
Nikel matte dibuat secara komersial pertama kali di Kaledonia Baru dengan menggunakan blast furnace sebagai tanur peleburan dan gipsum sebagai sumber belerang sekaligus sebagai bahan flux. Tetapi dewasa ini pembuatan matte dari bijih oksida dilakukan dengan menggunakan tanur putar dan tanur listrik. Bagan alir yang disederhanakan dari proses ini digambarkan pada Gambar 8. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari tahap-tahap proses yang dilakukan dalam proses pembuatan ferronikel juga dilakukan dalam proses ini. Bijih yang kandungan airnya dikurangi, dimasukkan ke dalam tanur putar Kemudian berlangsung kalsinasi, pereduksian sebagian besar oksida nikel menjadi nikel, Fe2O3 menjadi FeO logam Fe(sebagian kecil). Logam-logam yang dihasilkan kemudian bersenyawa denganbelerang, baik yang berasal dari bahan bakar maupun bahan belerang yang sengaja dimasukan untuk maksud tersebut. Produk tanur putar diumpankan ke dalam tanur listrik, untuk menyempurnakan proses reduksi dan sulphurisasi sehingga menghasilkan matte. Furnace Matte ini yang mengandung nikel kira-kira 30 - 35%, belerang kira-kira 10 - 15%, dan sisanya besi, dimasukkan ke dalam converter untuk menghilangkan/mengurangi sebagian besar kadar besi. Hasil akhir berupa matte yang mengandung nikel kira-kira 77%, belerang 21%, serta kobaldan besi masing-masing kira-kira 1%. Dalam sejarah pembuatan nikel - matte di Kaledonia Baru, selain dengan proses blast furnace, dibuat juga melalui ferronikel. Ke dalam feronikel kasar cair dihembuskan belerang bersama-sama udara di dalam sebuah converter, sehingga berbentuk matte primer (primary matte) dengan kandungan nikel kira-kira 60%, besi kira-kira 25%, karbon kira-kira 1,5%, dan sisanya belerang. Matte ini kemudian diubah (convert) dengan cara oksida besi, sehingga diperoleh matte hasil akhir dengan kadar nikel 75 - 80% dan belerang kira-kira 20%. Berbeda dengan feronikel, pada umumnya nikel dalam bentuk matte diproses terlebih dahulu menjadi logam nikel atau nickeloxidic sinter sebelum digunakan pada industri yang lebih hilir

     Pembuatan Nikel Pig Iron (NPI)
Nickel pig iron adalah logam besi wantah dengan kandungan Ni sekitar 5-10% Ni yang merupakan hasil dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah di bawah 1.8% Ni. Pada saat ini NPI dihasilkan dari proses peleburan bijih nikel kadar rendah dengan menggunakan tungku tegak, blast furnace. NPI digunakan sebagai bahan baku pembuatan stainless steel.
Proses pembuatan NPI dengan jalur terdiri dari tahapan sintering dan peleburan dalam tungku tegak. Biaya produksi pembuatan NPI melalui rute peleburan dalam tungku tegak adalah $17,637 per ton sedangkan melalui rute peleburan dalam tungku listrik(electric arc furnace) adalah $15,430 per ton (Macquarie Bank analysis).
  Proses Hydrometalurgi

    Proses PAL (Pressure Acid Leaching)-HPAL
Proses ini didasarkan kepada proses pelarutan pada suhu dan tekanan tinggi, masing-masingsekitar 245°C dan 35 atm. Pabrik pengolahan nikel di Kuba merupakan pabrik pertama yang menggunakan proses ini pada tahun 1959, dengan mengolah bijih nikellimonit yang mengandung nikel kira-kira 1,3%, magnesium l%,dan besi sekitar 47%. Bagar alir yang disederhanakan dari proses tersebut digambarkan pada Gambar 6. Bijih nikel diumpankan dalam pabrik dalam bentuk lumpur (slurry) disamakan ukurannya (sizing) menjadi -20 mesh, dan dilindi.. Hasilnya kira-kira 95% Ni+Co dalam bijih terlarut,sedang besi tertinggal dalam residu.
Setelah pemisahan/pencucian dengan decantation, asam yang berlebihan dinetralkan dengan batu kapur. Kemudian nikel dan kobal diendapkan dengan menggunakan H2S. Presipitat ini yang mengandung 55% nikel, 6% kobal, 0,3% besi, dan 30% belerang, awalnya diproses dan dimurnikan menjadi serbuk atau briket nikel dan kobal pada pabrik pemurnian.

Pada mulanya proses ini dianggap sebagai mahal (high cost). Tetapi dengan adanya krisis energi, dan atas dasar hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam bidang pengolahan nikel, maka proses ini akhirnya dianggap salah satu proses pengolahan nikel yang mempunyai prospek sangat baik. Sebab selain hanya memerlukan sedikit energi yang berasal dari fossil fuel, juga dapat mengolah bijih nikel dari bermacam-macam jenis dan kadar nikel/kobal yang tinggi.
Amax proses adalah salah satu proses yang berhasil dikembangkan seperti dikemukakan di atas. Pada tahap persiapan dilakukan pemisahan antara bijih halus yang terdiri atas jenis limonit, dan bijih kasar yang terdiri atas jenis slikat. Bijih limonit langsung diumpankan pada sistem high pressure leaching, sedangkan bijih silikat, setelah digiling, dimasukkan pada sistem atmospheric pressure leachcing dengan menggunakan acidic pregnant solution dari limonit leaching. Di lain pihak, residu atmospheric leaching diumpankan ke dalam high pressure leaching system.
Dengan cara ini, nikel yang berada dalam kedua jenis bijih tersebut akan dapat diekstrak, sementara MgO dalam bijih silikat dapat berfungsi untuk menetralkan asam yang masih tersisa sebagai pengganti batu kapur yang dipakai dalam proses Moa Bay. Memang konsumsi asam sulfat akan semakin tinggi dengan bertambahnya kadar magnesium dalam bijih, tetapi hal ini dapat diimbangi oleh kadar nikel yang cukup tinggi. Selain itu magnesium yang terlarut akan dapat diambil lagi (recover) untuk menghasilkan magnesia dengan kemurnian yang tinggi, dan SO2 dapat digunakan kembali dalam proses. Cara ini didukung lagi dengan modifikasi di bidang lain yang banyak dilakukan, misalnya pengaturan tekanan dan suhu yang lebih baik, cara penambahan asam sulfat, cara presipitasi dengan H2S yang lebih baik, dan Iain-lain.






BAB III
PENUTUP

v  Kesimpulan
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung silikat, dan hidrosilikat.


Untukmemperolehnikeldaritipe deposit lateritterdapatbeberapajalur proses pengolahandandapatdiklasifikasikansepertiditunjukkanpadaGambar 4 dan 5. Komposisi deposit lateritnikelakanbergantungpadatipebatuaninduk, iklimtempat deposit terbentukdan proses pelapukan. Hal inimemberikanhubungan yang spesifikantarakomponen deposit danpilihan proses pengolahannnyadisertaikendalakendalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar