Sabtu, 14 Mei 2016

Tata Cara Mendapatkan Iup Mineral Bukan Logam


A.    GOLONGAN MINERAL BUKAN LOGAM
Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2010 Pasal 2 Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen.


B.     TATA CARA PEMBERIAN WIUP MINERAL NON LOGAM
      Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2010 Pasal20 dan Pasal 21 menjelaskan tata cara pemberian WIUP Mineral Non Logam :

Pasal 20
1.      Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badan usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) kepada:
a.       Menteri, untuk permohonan WIUP yang berada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;
b.      gubernur, untuk permohonan WIUP yang berada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil; dan
c.       bupati/walikota, untuk permohonan WIUP yang berada di dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.
2.      Sebelum memberikan WIUP mineral bukan logam atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a.       Menteri harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari gubernur dan bupati/walikota;
b.      gubernur harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari bupati/walikota.
3.      Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi.



Pasal 21
1.      Permohonan WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang terlebih dahulu telah memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional dan membayar biaya pencadangan wilayah dan pencetakan peta, memperoleh prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP.
2.      Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterima permohonan wajib memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3.      Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pemohon WIUP disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP.
4.      Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.


C.     PERSYARATAN IUP EKSPLORASI DAN IUP OPERASI PRODUKSI MINERAL NON LOGAM
      Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2010 Pasal 24, 25, 26, dan 27 menjelaskan tentang persyaratan untuk mendapatkan IUP Eksplorasi Mineral Non Logam:
Pasal 24 Tentang Persayaratan administratif
1.      Persyaratan administratif  untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk badan usaha meliputi:
a.       Surat permohonan;
b.      Profil badan usaha;
c.       Akte pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d.      Nomor pokok wajib pajak;
e.       Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan 6. Surat keterangan domisili.
2.      Persyaratan administratif untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk koperasi meliputi:
a.       Surat permohonan;
b.      Profil koperasi;
c.       Akte pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d.      Nomor pokok wajib pajak;
e.       Susunan pengurus; dan
f.       Surat keterangan domisili.
3.      Persyaratan administratif untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk orang perseorangan meliputi:
a.       Surat permohonan;
b.      Kartu tanda penduduk;
c.       Nomor pokok wajib pajak; dan
b.      Surat keterangan domisili.
4.      Persyaratan administratif untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk perusahaan firma dan perusahaan komanditer meliputi:
1.      Surat permohonan;
2.   Profil perusahaan;
3.   Akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4.   Nomor pokok wajib pajak;
5.   Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6.   Surat keterangan domisili.
 Pasal 25 Tentang Persyaratan Teknis

1.      IUP Eksplorasi, meliputi:
a.       Daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
b.      Peta wiup yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
2.      IUP Operasi Produksi, meliputi:
a.       Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
b.      Laporan lengkap eksplorasi;
c.       Laporan studi kelayakan;
d.      Rencana reklamasi dan pascatambang;
e.       Rencana kerja dan anggaran biaya;
f.       Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan
g.      Tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun.

Pasal 26 Tentang Persyaratan Lingkungan

Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c meliputi:
1.      untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2.      untuk IUP Operasi Produksi meliputi:
a.       pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundan-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
b.      persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27 Tentang Persyaratan Finansial

1.      Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d untuk:
a.       IUP Eksplorasi, meliputi:
1. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi;
2. bukti pembayaran harga nilai kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.
b.      IUP Operasi Produksi, meliputi:
1.   aporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2.   bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3.   bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.
2.      Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan kesungguhan diatur dengan Peraturan Menteri.


D.    TATA CARA PEMBERIAN IUP EKSPLORASI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan PP No. 23 TAHUN 2010 Pasal 28, 29, 30, 31, 32, dan 33 menjelaskan tentang tata cara pemberian iup eksplorasi mineral non logam
Pasal 28
IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a diberikan oleh:
1.      Menteri, untuk WIUP yang berada dalam lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;
2.      gubernur, untuk WIUP yang berada dalam lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai; dan
3.      bupati/walikota, untuk WIUP yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.

Pasal 29
1.      IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan WIUP dan memenuhi persyaratan
2.      IUP Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

Pasal 30
1.      Pemenang lelang WIUP mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penetapan pengumuman pemenang lelang WIUP.
2.      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
3.      Apabila pemenang lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang jaminan kesungguhan lelang menjadi milik Pemerintah atau milik pemerintah daerah.
4.      Dalam hal pemenang lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dianggap mengundurkan diri, WIUP ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara berjenjang dengan syarat nilai harga kompensasi data informasi sama dengan harga yang ditawarkan oleh pemenang pertama.
5.      Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan lelang ulang WIUP apabila peserta lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak ada yang berminat.
Pasal 31
1.      Menteri menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) kepada gubernur dan bupati/ walikota untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan.
2.      Gubernur menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada bupati/walikota untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau batuan.
3.      Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan.
Pasal 32
1.      Badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta batas dan koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2.      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
3.      Apabila badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah atau milik pemerintah daerah.
4.      Dalam hal badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dianggap mengundurkan diri maka WIUP menjadi wilayah terbuka.
Pasal 33
Pemegang IUP Eksplorasi dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya untuk menunjang usaha kegiatan pertambangannya.

E.     TATA CARA PEMBERIAN IUP OPERASI PRODUKSI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan PP No. 23 TAHUN 2010 Pasal 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, dan 41 menjelaskan tentang tata cara pemberian iup operasi produksi mineral non logam :
Pasal 34
1.      IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi.
2.      Pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai peningkatan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan operasi produksi.
3.      IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
4.      IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal 35
1.      IUP Operasi Produksi diberikan oleh:
a.       Bupati/walikota, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai;
b.      Gubernur, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda dalam 1 (satu) provinsi atau wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai setelah mendapat rekomendasi dari bupati/walikota; atau
c.       Menteri, apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan kewenangannya.
2.      Dalam hal lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian serta pelabuhan berada di dalam wilayah yang berbeda serta kepemilikannya juga berbeda maka IUP Operasi Produksi masing-masing diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 36
Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:
a.       IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
b.      IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan/atau
b.      IUP Operasi Produksi.
Pasal 37
1.      IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a diberikan oleh:
a.       Menteri apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas provinsi dan negara;
b.      gubernur apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas kabupaten/kota; atau
c.       bupati/walikota apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
2.      IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b diberikan oleh:
a.       Menteri, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari provinsi lain dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;
b.      gubernur, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari beberapa kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota; atau
b.      bupati/walikota, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari 1 (satu) kabupaten/kota dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1 (satu) kabupaten/kota.
3.      Dalam hal komoditas tambang yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari impor, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian diberikan oleh Menteri.
Pasal 38
Dalam hal berdasarkan hasil dokumen lingkungan hidup yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang berdampak lingkungan pada:
1.      1 (satu) kabupaten/kota, IUP Operasi Produksi diberikan oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi dari Menteri dan gubernur;
2.      Lintas kabupaten/kota, IUP Operasi Produksi diberikan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dari bupati/walikota; atau
3.      Lintas provinsi, IUP Operasi Produksi diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari bupati/walikota dan gubernur.



Pasal 39
Badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli mineral logam atau batubara di Indonesia, harus memiliki IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 40
Pemegang IUP Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya untuk menunjang usaha kegiatan pertambangannya.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi khusus diatur dengan Peraturan Menteri

F.      PERPANJANGAN IUP OPERASI PRODUKSI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan PP No. 23 TAHUN 2010 Pasal 45 dan 46 menjelaskan tentang tata cara perpanjangan iup operasi produksi mineral non logam :
Pasal 45
1.      Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP.
2.      Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus dilengkapi:
a.       peta dan batas koordinat wilayah;
b.      bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
c.       laporan akhir kegiatan operasi produksi;
d.      laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e.       rencana kerja dan anggaran biaya; dan
f.       neraca sumber daya dan cadangan.
3.      Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menolak permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi apabila pemegang IUP Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUP Operasi Produksi tidak menunjukkan kinerja operasi produksi yang baik.
4.      Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada pemegang IUP Operasi Produksi paling lambat sebelum berakhirnya IUP Operasi Produksi.
5.      Pemegang IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali.
6.      Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) kali, harus mengembalikan WIUP Operasi Produksi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 46
1.      Pemegang IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (6), dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sebelum jangka waktu masa berlakunya IUP berakhir, harus menyampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya mengenai keberadaan potensi dan cadangan mineral atau batubara pada WIUP-nya.
2.      WIUP yang IUP-nya akan berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang masih berpotensi untuk diusahakan, WIUPnya dapat ditawarkan kembali melalui mekanisme lelang atau permohonan wilayah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
3.      Dalam pelaksanaan lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang IUP sebelumnya mendapat hak menyamai.

G.    JANGKA WAKTU IUP EKSPLORASI DAN IUP OPERASI PRODUKSI

1.      Jangka Waktu IUP Eksplorasi
Berdasarkan Perda Kab KOLAKA No. 11 Tahun 2010 Pasal 25 menjelaskan bahwa :
“ IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun”.
2.      Jangka Waktu IUP Operasi Produksi
Berdasarkan Perda Kab KOLAKA No. 11 Tahun 2010 Pasal 26 menjelaskan bahwa :
“ IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) than dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun dan IUP Operasi produksi untuk pertambangan mineral logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (kali) masing-masing 10 (sepuluh) tahun”


H.     HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IUP  dan  IUPK

1.      Hak pemegang IUP dan IUPK diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009  pasal 90, 91, 92, 93 dan 94  yaitu :

Pasal 90
Pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan baik kegiatan eksplorasi, maupun kegiatan operasi produksi.

Pasal 91
Pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi peraturan perundang-undangan.

Pasal 92
Pemegang IUP dan IUPK berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya atau batubara yang telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran produksi kecuali mineral ikutan radioaktif.

Pasal 93
1.      Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
2.      Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham inonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.
3.      Pengalihan kepemilikan dan atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  hanya dapat dilakukan dengan syarat :
a.       Harus memberitahu kepada menteri, gubernur bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
b.      Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 94
Pemegang IUP dan IUPK dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2.      Kewajiban pemegang IUP dan IUPK diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009  pasal 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110,111 dan 112  yaitu :

Pasal 95
Pemegang IUP dan IUPK wajib:
a.       Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik
b.      Mengelola keuangan sesuai dengan system akuntansi Indonesia
c.       Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara
d.      Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
e.       Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan
Pasal 96
Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan:
a.       Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
b.      Keselamatan operasi pertambangan
c.       Pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan paskah tambang.
d.      Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara
e.       Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair atau gas sampaimemenuhi standar baku mutu lingkungan sebelm dilepas ke media lingkungan
Pasal 97
Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standard an baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah
Pasal 98          
Pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 99
1.      Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana paskatambang pada saat mengajukan permohonan IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi
2.      Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan paskatambang dilakukan dengan peruntukan lahan paskatambang
3.      Peruntukan lahan paskatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan pemegang hak atas tanah
Pasal 100
1.      Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan rekalamasi dan dana jaminan paskatambang.
2.      Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan paskatambang dengan dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3.      Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP dan IUPK  tidak melaksanakan reklamasi dan paska tambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.

Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi dan paskatambang sebagaimana dimaksud dalam pasal 99 serta dana jaminan reklamasi dan dana jaminan paskatambang sebagaimana dimaksud dalam pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 102
Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara.

Pasal 103
1.      Pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri
2.      Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya.
3.      Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 104
1.      Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP operasi produksi dan IUPK  operasi produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 dapat melakukan kerjasama dengan badan usaha, koperasi, atau perorangan yang telah mendapat IUP atau IUPK.
2.      IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 atau IUP operasi produksi untuk  khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang dikeluarkan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
3.      Pemegang IUP IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR dan IUPK.
Pasal 105
1.      Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUp operasi produksi untuk penjualan.
2.      IUP sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali penjualan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
3.      Mineral atau batubara yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai iuran produksi
4.      Badan usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali kepada menteri,gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 106
Pemegang IUP dan IUPK harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 107
Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK wajib mengikutsertakan pengusaha local yang ada di daerah tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
1.      Pemegang IUP dan IUPK wajib mnyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
2.      Penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 109
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 108 diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 110
Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan hasil operasi produksi kepada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 111
1.      Pemegang IUP  dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2.      Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 112
1.      Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.

2.      Ketentuan lebih lanjut mengenai divestasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar