A. GOLONGAN
MINERAL BUKAN LOGAM
Berdasarkan
PP No. 23 Tahun 2010 Pasal 2 Mineral bukan logam meliputi intan, korundum,
grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang,
fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay,
fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang,
pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu,
clay, dan batu gamping untuk semen.
B. TATA
CARA PEMBERIAN WIUP MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2010 Pasal20
dan Pasal 21 menjelaskan tata cara pemberian WIUP Mineral Non Logam :
Pasal 20
1. Untuk
mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badan usaha, koperasi, atau
perseorangan mengajukan permohonan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (4) kepada:
a.
Menteri, untuk
permohonan WIUP yang berada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih
dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;
b.
gubernur, untuk
permohonan WIUP yang berada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu)
provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;
dan
c.
bupati/walikota, untuk
permohonan WIUP yang berada di dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.
2. Sebelum
memberikan WIUP mineral bukan logam atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1):
a.
Menteri harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari gubernur dan bupati/walikota;
b.
gubernur harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari bupati/walikota.
3. Gubernur
atau bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan
rekomendasi.
Pasal
21
1. Permohonan
WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang terlebih dahulu telah memenuhi
persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan
sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional dan membayar biaya
pencadangan wilayah dan pencetakan peta, memperoleh prioritas pertama untuk
mendapatkan WIUP.
2. Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterima permohonan wajib
memberikan keputusan menerima atau menolak atas permohonan WIUP sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
3. Keputusan
menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pemohon WIUP
disertai dengan penyerahan peta WIUP berikut batas dan koordinat WIUP.
4. Keputusan
menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan secara tertulis
kepada pemohon WIUP disertai dengan alasan penolakan.
C. PERSYARATAN
IUP EKSPLORASI DAN IUP OPERASI PRODUKSI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2010 Pasal 24,
25, 26, dan 27 menjelaskan tentang persyaratan untuk mendapatkan IUP Eksplorasi
Mineral Non Logam:
Pasal 24 Tentang
Persayaratan administratif
1. Persyaratan
administratif untuk IUP eksplorasi dan
IUP operasi produksi mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf
a untuk badan usaha meliputi:
a.
Surat permohonan;
b.
Profil badan usaha;
c.
Akte pendirian badan
usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang;
d.
Nomor pokok wajib
pajak;
e.
Susunan direksi dan
daftar pemegang saham; dan 6. Surat keterangan domisili.
2. Persyaratan
administratif untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk koperasi meliputi:
a. Surat
permohonan;
b. Profil
koperasi;
c. Akte
pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
d. Nomor
pokok wajib pajak;
e. Susunan
pengurus; dan
f. Surat
keterangan domisili.
3. Persyaratan
administratif untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk orang perseorangan meliputi:
a. Surat
permohonan;
b. Kartu
tanda penduduk;
c. Nomor
pokok wajib pajak; dan
b. Surat
keterangan domisili.
4. Persyaratan
administratif untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi mineral bukan logam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a untuk perusahaan firma dan
perusahaan komanditer meliputi:
1. Surat
permohonan;
2. Profil perusahaan;
3. Akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.
2. Profil perusahaan;
3. Akte pendirian perusahaan yang bergerak di bidang usaha pertambangan;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.
Pasal 25 Tentang
Persyaratan Teknis
1.
IUP Eksplorasi,
meliputi:
a. Daftar
riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang
berpengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun;
b. Peta
wiup yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional.
2.
IUP Operasi Produksi,
meliputi:
a. Peta
wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
b. Laporan
lengkap eksplorasi;
c. Laporan
studi kelayakan;
d. Rencana
reklamasi dan pascatambang;
e. Rencana
kerja dan anggaran biaya;
f. Rencana
pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan
g. Tersedianya
tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikit 3
(tiga) tahun.
Pasal
26 Tentang Persyaratan Lingkungan
Persyaratan
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c meliputi:
1.
untuk IUP Eksplorasi
meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
2. untuk
IUP Operasi Produksi meliputi:
a. pernyataan
kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundan-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
b. persetujuan
dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
27 Tentang Persyaratan Finansial
1. Persyaratan
finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d untuk:
a. IUP
Eksplorasi, meliputi:
1. bukti penempatan jaminan kesungguhan
pelaksanaan kegiatan eksplorasi;
2. bukti pembayaran harga nilai
kompensasi data informasi hasil lelang WIUP mineral logam atau batubara sesuai
dengan nilai penawaran lelang atau bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah
dan pembayaran pencetakan peta WIUP mineral bukan logam atau batuan atas
permohonan wilayah.
b. IUP
Operasi Produksi, meliputi:
1. aporan
keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2. bukti
pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3. bukti
pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi
pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai jaminan kesungguhan diatur dengan Peraturan Menteri.
D. TATA
CARA PEMBERIAN IUP EKSPLORASI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan PP No. 23 TAHUN 2010 Pasal
28, 29, 30, 31, 32, dan 33 menjelaskan tentang tata cara pemberian iup eksplorasi
mineral non logam
Pasal 28
IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a diberikan oleh:
1. Menteri,
untuk WIUP yang berada dalam lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut
lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;
2. gubernur,
untuk WIUP yang berada dalam lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis
pantai; dan
3. bupati/walikota,
untuk WIUP yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah
laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.
Pasal
29
1. IUP
Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diberikan berdasarkan permohonan
dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan WIUP dan
memenuhi persyaratan
2. IUP
Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan.
Pasal 30
1. Pemenang
lelang WIUP mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah penetapan pengumuman pemenang lelang WIUP.
2. Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23.
3. Apabila
pemenang lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 5
(lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP, dianggap mengundurkan diri
dan uang jaminan kesungguhan lelang menjadi milik Pemerintah atau milik
pemerintah daerah.
4. Dalam
hal pemenang lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dianggap
mengundurkan diri, WIUP ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya
secara berjenjang dengan syarat nilai harga kompensasi data informasi sama
dengan harga yang ditawarkan oleh pemenang pertama.
5.
Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan lelang ulang WIUP apabila
peserta lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak ada yang berminat.
Pasal 31
1. Menteri
menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang
diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) kepada gubernur dan bupati/ walikota untuk mendapatkan
rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan/atau
batuan.
2. Gubernur
menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang
diajukan oleh badan usaha, koperasi, atau perseorangan kepada bupati/walikota
untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP Eksplorasi mineral
bukan logam dan/atau batuan.
3.
Gubernur atau
bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya
tanda bukti penyampaian peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan.
Pasal 32
1. Badan
usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah mendapatkan peta WIUP beserta
batas dan koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dalam jangka waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penerbitan peta WIUP mineral bukan
logam dan/atau batuan harus menyampaikan permohonan IUP Eksplorasi kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
2. Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23.
3. Apabila
badan usaha, koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUP,
dianggap mengundurkan diri dan uang pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah
atau milik pemerintah daerah.
4.
Dalam hal badan usaha,
koperasi, atau perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dianggap
mengundurkan diri maka WIUP menjadi wilayah terbuka.
Pasal 33
Pemegang
IUP Eksplorasi dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya untuk menunjang
usaha kegiatan pertambangannya.
E. TATA
CARA PEMBERIAN IUP OPERASI PRODUKSI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan
PP No. 23 TAHUN 2010 Pasal 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, dan 41 menjelaskan
tentang tata cara pemberian iup operasi produksi mineral non logam :
Pasal 34
1. IUP
Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b diberikan
kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan sebagai peningkatan dari
kegiatan eksplorasi.
2. Pemegang
IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai
peningkatan dengan mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan peningkatan
operasi produksi.
3. IUP
Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
4.
IUP Operasi Produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan
perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal 35
1. IUP
Operasi Produksi diberikan oleh:
a. Bupati/walikota,
apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota atau wilayah laut sampai dengan
4 (empat) mil dari garis pantai;
b. Gubernur,
apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda dalam 1 (satu) provinsi
atau wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai setelah
mendapat rekomendasi dari bupati/walikota; atau
c. Menteri,
apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan
berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda atau wilayah laut lebih dari 12
(dua belas) mil dari garis pantai setelah mendapat rekomendasi dari gubernur
dan bupati/walikota setempat sesuai dengan kewenangannya.
2.
Dalam hal lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian serta pelabuhan berada di dalam
wilayah yang berbeda serta kepemilikannya juga berbeda maka IUP Operasi
Produksi masing-masing diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 36
Dalam
hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan
penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengangkutan dan
penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain
yang memiliki:
a. IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
b. IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan/atau
b. IUP
Operasi Produksi.
Pasal 37
1. IUP
Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a diberikan
oleh:
a. Menteri
apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas provinsi dan
negara;
b. gubernur
apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas kabupaten/kota;
atau
c. bupati/walikota
apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
2. IUP
Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b diberikan
oleh:
a. Menteri,
apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari provinsi lain dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;
b. gubernur,
apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari beberapa kabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian
berada pada lintas kabupaten/kota; atau
b. bupati/walikota,
apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari 1 (satu) kabupaten/kota
dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1 (satu)
kabupaten/kota.
3.
Dalam hal komoditas
tambang yang akan diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari impor,
IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian diberikan oleh
Menteri.
Pasal 38
Dalam hal berdasarkan hasil dokumen
lingkungan hidup yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang berdampak
lingkungan pada:
1. 1
(satu) kabupaten/kota, IUP Operasi Produksi diberikan oleh bupati/walikota
berdasarkan rekomendasi dari Menteri dan gubernur;
2. Lintas
kabupaten/kota, IUP Operasi Produksi diberikan oleh gubernur berdasarkan
rekomendasi dari bupati/walikota; atau
3.
Lintas provinsi, IUP
Operasi Produksi diberikan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi dari
bupati/walikota dan gubernur.
Pasal 39
Badan
usaha yang melakukan kegiatan jual beli mineral logam atau batubara di
Indonesia, harus memiliki IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 40
Pemegang
IUP Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya untuk
menunjang usaha kegiatan pertambangannya.
Pasal 41
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi khusus diatur
dengan Peraturan Menteri
F. PERPANJANGAN
IUP OPERASI PRODUKSI MINERAL NON LOGAM
Berdasarkan PP No. 23
TAHUN 2010 Pasal 45 dan 46 menjelaskan tentang tata cara perpanjangan iup
operasi produksi mineral non logam :
Pasal 45
1. Permohonan
perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 2
(dua) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu IUP.
2. Permohonan
perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit harus dilengkapi:
a. peta
dan batas koordinat wilayah;
b. bukti
pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
c. laporan
akhir kegiatan operasi produksi;
d. laporan
pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
e. rencana
kerja dan anggaran biaya; dan
f. neraca
sumber daya dan cadangan.
3. Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menolak
permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi apabila pemegang IUP Operasi
Produksi berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUP Operasi Produksi tidak menunjukkan
kinerja operasi produksi yang baik.
4. Penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada pemegang IUP
Operasi Produksi paling lambat sebelum berakhirnya IUP Operasi Produksi.
5. Pemegang
IUP Operasi Produksi hanya dapat diberikan perpanjangan sebanyak 2 (dua) kali.
6.
Pemegang IUP Operasi
Produksi yang telah memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi sebanyak 2
(dua) kali, harus mengembalikan WIUP Operasi Produksi kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pasal 46
1. Pemegang
IUP Operasi Produksi yang telah memperoleh perpanjangan IUP Operasi Produksi
sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (6), dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sebelum jangka waktu masa berlakunya IUP berakhir,
harus menyampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya mengenai keberadaan potensi dan cadangan mineral atau batubara
pada WIUP-nya.
2. WIUP
yang IUP-nya akan berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang masih
berpotensi untuk diusahakan, WIUPnya dapat ditawarkan kembali melalui mekanisme
lelang atau permohonan wilayah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
3.
Dalam pelaksanaan
lelang WIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemegang IUP sebelumnya mendapat
hak menyamai.
G. JANGKA
WAKTU IUP EKSPLORASI DAN IUP OPERASI PRODUKSI
1. Jangka
Waktu IUP Eksplorasi
Berdasarkan Perda Kab KOLAKA No. 11
Tahun 2010 Pasal 25 menjelaskan bahwa :
“ IUP Eksplorasi untuk pertambangan
mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun dan mineral logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) tahun”.
2. Jangka
Waktu IUP Operasi Produksi
Berdasarkan
Perda Kab KOLAKA No. 11 Tahun 2010 Pasal 26 menjelaskan bahwa :
“ IUP Operasi Produksi
untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) than dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing
5 (lima) tahun dan IUP Operasi produksi untuk pertambangan mineral logam jenis
tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan dapat diperpanjang 2 (kali) masing-masing 10 (sepuluh) tahun”
H. HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IUP dan
IUPK
1.
Hak pemegang IUP dan
IUPK diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009
pasal 90, 91, 92, 93 dan 94 yaitu
:
Pasal 90
Pemegang IUP dan IUPK
dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan baik kegiatan
eksplorasi, maupun kegiatan operasi produksi.
Pasal 91
Pemegang IUP dan IUPK
dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan pertambangan
setelah memenuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 92
Pemegang IUP dan IUPK
berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya atau batubara yang telah
diproduksi apabila telah memenuhi iuran produksi kecuali mineral ikutan
radioaktif.
Pasal 93
1. Pemegang
IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
2. Untuk
pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham inonesia hanya dapat
dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.
3. Pengalihan
kepemilikan dan atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat :
a. Harus
memberitahu kepada menteri, gubernur bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya;
b. Sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 94
Pemegang IUP dan IUPK
dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
2. Kewajiban
pemegang IUP dan IUPK diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 pasal 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103,
104, 105, 106, 107, 108, 109, 110,111 dan 112
yaitu :
Pasal 95
Pemegang IUP dan IUPK
wajib:
a. Menerapkan
kaidah teknik pertambangan yang baik
b. Mengelola
keuangan sesuai dengan system akuntansi Indonesia
c. Meningkatkan
nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara
d. Melaksanakan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
e. Mematuhi
batas toleransi daya dukung lingkungan
Pasal 96
Dalam penerapan kaidah
teknik pertambangan yang baik pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan:
a. Ketentuan
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
b. Keselamatan
operasi pertambangan
c. Pengelolaan
dan pemantauan lingkungan pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan paskah
tambang.
d. Upaya
konservasi sumber daya mineral dan batubara
e. Pengelolaan
sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair
atau gas sampaimemenuhi standar baku mutu lingkungan sebelm dilepas ke media
lingkungan
Pasal 97
Pemegang IUP dan IUPK
wajib menjamin penerapan standard an baku mutu lingkungan sesuai dengan
karakteristik suatu daerah
Pasal 98
Pemegang IUP dan IUPK
wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 99
1. Setiap
pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana paskatambang pada saat
mengajukan permohonan IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi
2. Pelaksanaan
reklamasi dan kegiatan paskatambang dilakukan dengan peruntukan lahan
paskatambang
3. Peruntukan
lahan paskatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam
perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan pemegang hak atas
tanah
Pasal 100
1. Pemegang
IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan rekalamasi dan dana jaminan
paskatambang.
2. Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan
pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan paskatambang dengan dana jaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP dan
IUPK tidak melaksanakan reklamasi dan
paska tambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.
Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut
mengenai reklamasi dan paskatambang sebagaimana dimaksud dalam pasal 99 serta
dana jaminan reklamasi dan dana jaminan paskatambang sebagaimana dimaksud dalam
pasal 100 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 102
Pemegang IUP dan IUPK
wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam
pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral
dan batubara.
Pasal 103
1. Pemegang
IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeri
2. Pemegang
IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan
hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam pasal
102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 104
1. Untuk
pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 103 dapat melakukan kerjasama dengan badan usaha, koperasi, atau
perorangan yang telah mendapat IUP atau IUPK.
2. IUP
yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 atau IUP operasi
produksi untuk khusus untuk pengolahan
dan pemurnian yang dikeluarkan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya
3. Pemegang
IUP IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan pengolahan dan
pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR dan IUPK.
Pasal 105
1. Badan
usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual
mineral dan/atau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUp
operasi produksi untuk penjualan.
2. IUP
sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1 (satu) kali
penjualan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
3. Mineral
atau batubara yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai iuran produksi
4. Badan
usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) wajib menyampaikan laporan
hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali kepada menteri,gubernur
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 106
Pemegang IUP dan IUPK
harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa dalam
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 107
Dalam melakukan
kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK wajib
mengikutsertakan pengusaha local yang ada di daerah tersebut sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
1. Pemegang
IUP dan IUPK wajib mnyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Penyusunan
program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Pasal 109
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 108 diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 110
Pemegang IUP dan IUPK
wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan hasil
operasi produksi kepada menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 111
1. Pemegang
IUP dan IUPK wajib memberikan laporan
tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara kepada menteri, gubernur, bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
112
1. Setelah
5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya
dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah, pemerintah
daerah, badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha
swasta nasional.
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai divestasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar